-->
loading...

Thursday, February 25, 2016

Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika

Pendekatan Kontekstual - Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan di dalamnya siswa dimungkinkan menerapkan pemahaman serta kemampuan akademik mereka dalam berbagai variasi konteks, di dalam maupun luar kelas, untuk menyelesaikan permasalahan nyata atau yang disimulasikan baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Aktivitas yang diciptakan dalam pengajaran kontekstual memuat strategi yang dapat membantu siswa membuat kaitan dengan peran dan tangungjawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa sendiri, dan sebagai pekerja.

Proses belajar yang diciptakan melalui kegiatan seperti ini secara umum bercirikan beberapa hal berikut: berbasis masalah, self-regulated, muncul dalam berbagai variasi konteks yang meliputi masyarakat dan tempat kerja, melibatkan kelompok belajar, dan responsif terhadap perbedaan kebutuhan serta minat siswa. Selain itu, pengajaran kotekstual memberikan penekanan pada penggunaan berfikir tingkat tinggi; trasfer pengetahuan; dan pengumpulan, analisis, serta sintesis informasi dan data dari berbagai sumber serta sudut pandang.
Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika
Dalam kaitannya dengan evaluasi, pengajaran kontekstual lebih menekankan pada authentic assessment yang diperoleh dari berbagai sumber dan pelaksanaannya menyatu atau terintegrasi dengan proses pembelajaran.

Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan. Pada saat siswa menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai perspektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan pengintegrasian informasi dari berbagai disiplin ilmu. Menurut Sears dan Hersh (2001, h.7), pembelajaran berbasis masalah ini dapat melibatkan siswa dalam berfikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah. Selanjutnya Pierce dan Jones (2001, h. 71-74) mengemukakan karakteristik pembelajaran berdasarkan digunakan atau tidak digunakannya pendekatan PBM. Jika tidak banyak karakteristik PBM yang muncul dalam pembelajaran, maka pendekatan yang digunakan termasuk PBM rendah. Sedangkan pada sisi lain, jika siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan segmen-segmen PBM, maka pendekatan yang digunakan tergolong pada PBM tinggi. Segmen-segmen PBM tersebut secara lengkapnya adalah sebagai berikut:
  • Perencanaan, yang mencakup beberapa hal seperti: (1) mempersiapkan siswa untuk dapat perperan sebagai self-directed problem solvers yang dapat berkolaborasi dengan  fihak  lain; (2)  menghadapkan  siswa  pada  suatu  situasi  yang  dapat mendorong mereka untuk mampu menemukan masalahnya; dan (3) meneliti hakekat permasalahan yang dipersiapkan sambil mengajukan dugaan-dugaan serta rencana penyelesaian masalah.
  • Investigasi, meliputi kegiatan: (1) mengeksplorasi berbagai cara menjelaskan kejadian serta implikasinya, dan (2) mengumpulkan serta mendistribusikan informasi.
  • Penyajian Hasil: menyajikan temuan-temuan.
  • Tanya-Jawab/Diskusi: (1) menguji kelemahan dan keunggulan solusi yang dihasilkan, dan (2) melakukan refleksi atas efektivitas seluruh pendekatan yang telah digunakan dalam penyelesaian masalah.

Belajar dengan Multi Konteks
Belajar dengan multi konteks yang didasarkan pada teori belajar dan teori kognisi saat ini mengisyaratkan bahwa pengetahuan dan belajar hendaknya diperoleh serta dilakukan melalui suatu pengkondisian yang melibatkan konteks sosial dan fisik. Teori kognisi mengasumsikan, bahwa pengetahuan tidak mungkin dapat dipisahkan dari konteks dan aktivitas yang terkait dengan proses pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian, bagaimana seseorang belajar suatu pengetahuan dan keterampilan, serta situasi dimana dia belajar, merupakan bagian yang sangat mendasar dalam terjadinya proses belajar.

Pada beberapa dekade terahir ini, para pendidik dan peneliti telah banyak mencurahkan perhatiannya untuk mencoba mengembangkan bagaimana agar aspek- aspek yang dipelajari anak di sekolah bermanfaat bagi konteks lain di luar sekolah. Isu terbaru mengenai hal ini antara lain adalah adanya interes dan kecenderungan untuk menciptakan konteks serta situasi lebih baik dalam setting yang lebih bermakna sehingga,   manakala   anak   meninggalkan   sekolah   mereka   diharapkan   mampu memanfaatkan resultan pengetahuan yang diperoleh di sekolah dalam kehidupannya di masyarakat. Diskusi tentang contextual learning sangat terkait erat dengan ide-ide baru tentang hakekat kognisi dan belajar. Istilah-istilah seperti situated cognition, authentic activities, distributed cognition, dan communities of practice pada saat ini merupakan topik-topik pembicaraan yang sangat populer dikalangan para ahli pendidikan dan psikologi. Semua pembicaraan tentang konsep tersebut pada dasarnya merupakan suatu bukti pentingnya konteks dalam proses belajar. Sebagai contoh, bagaimana kita bisa mengidentifikasi pengetahuan serta keterampilan tertentu yang diperlukan siswa pada kehidupannya dikemudian hari, sementara perubahan yang terjadi di masyarakat berlangsung secara cepat sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkanpun juga berubah secara cepat? Bagaimana kita menciptakan konteks dan pengalaman belajar bagi siswa sehingga mampu memberdayakan mereka menjadi pembelajar mandiri dan pemecah masalah sepanjang hidupnya? Dua pertanyaan tersebut mengisyaratkan pentingnya pembelajaran kontekstual yang diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi individu yang mampu secara mandiri menghadapi setiap permasalahan dikemudian hari baik di jenjang sekolah lebih tinggi ataupun di lingkungan masyarakat.

Self-Regulated Learning (SRL)
SRL mencakup tiga karakteristik sentral yaitu:
  • (1) kesadaran berfikir,
  • (2) penggunaan strategi, dan
  • (3) pemeliharaan motivasi.

Pengembangan sifat self-regullated pada diri seseorang meliputi peningkatan kesadaran tentang berpikir efektif serta kemampuan menganalisis kebiasaan berpikir. Seseorang memiliki peluang untuk mengembangkan keterlibatannya dalam self-observation, self-evaluation, dan self-reaction untuk mengarahkan tiap rencana yang dia buat, strategi yang dipilih, serta evaluasi tentang pekerjaan yang dihasilkan. Aspek kedua dari SRL meliputi strategi untuk belajar, mengontrol emosi, dan aspek-aspek lain yang menunjang terbentuknya kemampuan penggunaan strategi. Dan dalam kaitannya dengan pemeliharaan motivasi, beberapa aspek berikut perlu diperhatikan: tujuan aktivitas yang dilakukan, tingkat kesulitan serta nilainya, persepsi siswa tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan tersebut, dan persepsi siswa apabila mereka berhasil atau gagal mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, SRL meliputi sikap, strategi, serta motivasi yang dapat meningkatkan upaya siswa dalam belajar.

Peranan Siswa dan Guru dalam Self-Regulated Learning

Peranan siswa dan guru dalam self-regulated learning dapat dirangkum dalam uraian berikut ini.

Authentic Assessment. Kompleksitas dan beragamnya permasalahan pendidikan baik  ditinjau  dari sisi kemampuan dan kebutuhan anak, lingkungan sosial anak, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan masyarakat menyebabkan proses pendidikan menjadi semakin kompleks. Dengan demikian untuk mengembangkan kemampuan dan potensi anak secara optimal diperlukan berbagai upaya yang di dalamnya termasuk pengembangan model assessment yang relevan. Jika pada pengajaran matematika tradisional hal tersebut biasanya dilaksanakan dengan orientasi utama pada hasil akhir (product oriented), pada pendekatan pembelajaran kontekstual hal tersebut sudah tidak sesuai lagi. Authentic Assessment adalah suatu assessment yang lebih berorientasi pada proses sehingga pelaksanaannya menyatu dengan proses pembelajaran. Dangan cara seperti itu maka setiap perkembangan yang terjadi menyangkut anak baik secara individu maupun kelompok akan terpantau, sehingga setiap kelebihan atau kelemahan yang ditemukan akan segera dapat dimanfaatkan sebagai balikan serta bahan untuk melakukan refleksi baik bagi siswa maupun guru.

Learning Community. Aktivitas belajar yang dilakukan melalui pendekatan kontekstual biasanya melibatkan suatu kelompok sosial tertentu yang dikenal sebagai learning community. Komunitas belajar ini memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar karena di dalamnya terjadi suatu proses interaksi aktif baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru. Dengan terjadinya interaksi seperti tersebut, maka dengan sendirinya akan diperoleh banyak keuntungan antara lain terjadinya: sharing  pengetahuan  dan  pendapat,  refleksi  atas  hasil  pemikiran  masing-masing maupun kelompok, saling berargumentasi atas pendapat atau hasil masing-masing, dan akhirnya akan bermuara pada peningkatan pemahaman untuk masing-masing anggota kelompok.

Untuk melihat sejauh mana implikasi pendekatan yang telah dikemukakan di atas terhadap pembelajaran matematika di Indonesia, terlebih dahulu perlu diuraikan beberapa ciri penting dari kurikulum terbaru yang saat ini diterapkan di lapangan. Ciri- ciri kurikulum tersebut adalah sebagai berikut:
  • Karena kurikulum ini dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu.
  • Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan.
  • Terdapat penekanan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah; kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan mengkomunikasikan gagasan secara matematik.
  • Cakupan materi untuk sekolah dasar meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
  • Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
  • Cakupan materi untuk SMU meliputi: aljabar, geometri dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
  • Kurikulum berbasis kompetensi ini secara garis besarnya mencakup tiga komponen yaitu kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
  • Kemampuan pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi bukan merupakan pokok bahasan tersendiri, melainkan harus dicapai melalui proses belajar dengan mengintegrasikan topik-topik tertentu yang sesuai.

Jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum baru ini memuat perubahan yang cukup mendasar terutama dalam hal penerapan pandangan bahwa dalam proses belajar, anak dianggap sebagai pengembang pengetahuan. Selain itu, adanya penekanan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah; berfikir logis, kritis, dan kreatif; serta mengkomunikasikan gagasan secara matematik, maka teori belajar yang dominan digunakan kemungkinannya adalah aliran psikologi perkembangan serta konstruktivisme. Dalam penerapannya, guru antara lain harus mampu menciptakan suatu kondisi sehingga proses asimilasi dan akomodasi seperti yang dikemukakan Piaget dapat berjalan secara efektif. Selain itu, guru juga  harus memperhatikan adanya keberagaman kemampuan di antara siswa sehingga dengan kondisi tertentu yang diciptakan guru, maka potensi masing-masing siswa dapat berkembang secara optimal.

Tiga pendekatan yang telah dikemukakan pada postingan-postingan sebelumnya yakni RME (Baca: disini), Open-Ended (Baca: disini), dan kontekstual selain berbasis teori belajar yang sama yakni konstruktivisme, dalam implementasi pembelajarannya memiliki banyak kesamaan antara lain: menganut model pembelajaran berbasis masalah, berorientasi pada siswa, guru lebih berperan sebagai fasilitator, menganut sistem asesmen yang bersifat menyatu dengan proses pembelajaran (authentic assessment), serta siswa dan guru secara bersama-sama membentuk suatu learning community. Berdasarkan ciri-ciri kurikulum baru di atas serta sejumlah kesamaan karakteristik yang dimiliki pendekatan ketiga pendekatan tadi, nampaknya terbuka peluang untuk diterapkannya ketiga pendekatan tersebut dalam pembelajaran matematika sekolah di Indonesia.

Demikianlah uraian mengenai Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika yang berbasis konstruktivisme. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan teman-teman.

Advertisement

Terima kasih telah berkomentar dengan baik dan sopan.
EmoticonEmoticon